Pendidikan Agama Islam, walaupun mencapai kemajuan dalam bidang sarana,
namum kwalitasnya dirasakan belum memenuhi keinginan ummat. Kemerosotan moral
yang terjadi dikalangan umat Islam terutama peserta didik itu disebabkan oleh berbagai faktor,
satu diantaranya adalah ketidak fahaman terhadap tujuan Pendidikan Islam.
Sebagian pendidik dan lembaga pendidikan berpandangan bahwa tujuan pendidikan
adalah menyampaikan ilmu pengetahuan saja. Akibatnya...
semua usaha pendidikan hanya ditujuan untuk mentransmisikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik.
semua usaha pendidikan hanya ditujuan untuk mentransmisikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik.
Pendidikan agama
merupakan usaha untuk memperkuat iman dan taqwa, Dalam konsep Islam, iman
merupakan potensi rohani yang harus diaktualisasikan dalam bentuk amal saleh
sehingga menghasilkan prestasi rohani (iman) yang disebut Taqwa, usaha
pembelajaran pendidikan agama Islam disekolah diharapkan agar mampu membentuk
kesalehan pribadi dan sosial.
II.
PENTINGNYA
PENDIDIKAN KEIMANAN DAN KETAQWAAN DALAM PENDIDIKAN NASIONAL
Didalam UUSPN
No. 2/1989 pasal ayat (2) ditegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur,
dan jenjang pendidikan wajib memuat, antara lain Pendidikan agama. Dan dalam
penjelasannya dinyatakan bahwa pendidikan
agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan
dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan
kerukunan antara umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan
nasional.[1] Sistem
pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait
secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Di dalam
Undang-Undang sistem pendidikan nasional Bab I Pasal 1 mendefinisikan
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.[2]
Bab I Pasal 3
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[3].
Secara umum,
pendidikan agama islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman,
penghayatan, dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi
manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia
dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (GBPAI PAI
1994)[4]
Proses
Pendidikan Agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah di mulai
dari tahapan yaitu: kognisi yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran
dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, Afeksi yakni terjadinya
proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa dalam arti
menghayati dan menyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi
dalam artian penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh
pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai aga Islam. Melalui
tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan
tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam (tahapan Psikomotor) yang
telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian akan terbentuk manusia
muslim yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia.[5]
A.
PENGERTIAN
IMAN DAN TAQWA
1.
MENURUT
BAHASA
Iman menurut bahasa ialah percaya,
membenarkan atau meyakini sesuatu dengan hati.[6]
2.
MENURUT
ISTILAH
Iman ialah mengikrarkan dengan lisan,
meyakini dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan.[7]
Pengertian iman
dapat disimpulkan mempercayai semua ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad
SAW, yang bersumber dari Allah SWT, yang tidak cukup dengan pengakuan saja
tetapi mesti direalisasikan dalam bentuk pengamalan terhadap ajaran yang
dibawakan oleh Nabi kemudian akan
timbullah ketaqwaan di dalam diri manusia setelah proses keimanan tersebut.
B.
TEMPAT
IMAN
Didalam
pengertian diatas sudah jelas iman mencakup tiga aspek yang harus dilakukan
oleh seorang muslim dan tiga aspek tersebut perlu pembinaan pendidikan yang
harus dilakukan. Tiga aspek yang disebut yaitu mengikrarkan dengan lisan,
meyakini dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan.
Didalam
pembinaan pendidikan keimanan lebih dahulu harus mengetahui letak iman itu,
penulis coba menguraikan sebagaimana yang ditulis oleh Ahmad Tafsir yaitu Aspek
Jasmani,[8]
Akal dan Aspek Rohani. Berikut ini penulis uraikan yaitu:
1.
Aspek
Jasmaniah
Manusia dalam
pandangan Islam mempunyai aspek jasmani untuk digunakan melakukan kerja fisik,
makan dan minum merupakan suatu keharusan dalam memelihara jasmaniah.
Aspek jasmaniah merupakan salah satu pokok untuk
mendapatkan kemajuan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia, Kebutuhan jasmani
berfungsi sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan manusia
terutama sebagai sarana untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Dalam sebuah
Hadits Nabi sebagai berikut:
“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan
lebih baik dicintai Allah SWT ketimbang orang mukmin yang lemah”.
Allah SWT juga
menegaskan dalam QS. Al_baqarah:247 yaitu sebagai berikut:
Nabi (mereka) berkata:
"Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang
luas dan tubuh yang perkasa.(Qs. Al-Baqarah:247)
Berdasarkan ayat
diatas bahwa Allah SWT dengan memelihara Fisik untuk pendidikan keimanan
dianggap perlu. Untuk merealisasikan pendidikan keimanan dan ketaqwaan yang
harus dilakukan oleh seorang pendidik dalam memelihara jasmaniahnya yaitu para
orang tua harus memberi nafkah bagi anak-anaknya yang cukup halal baik cara
mendapatkannya maupun aspek bendanya makanan dan minuman yang negatif akan
memberikankan dampak negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan fisiknya.
Dalam masalah Kesehatan
dan kebersihan juga perlu diperhatikan untuk memelihara dan untuk pendidikan
keimanan. Para pendidik harus memperhatikan aturan-aturan kesehatan para anak
didik, seperti memeriksa kesehatan tubuh, berpakaian yang bersh, memelihara
badan, memperhatikan waktu dan volume tidur berolahraga berikut ini Allah SWT
menganjurkan untuk berolahraga berkuda, berenang, dan berolah raga memanah
seperti firman Allah SWT dalam QS. Al-Anfal ayat 60 yaitu sebagai berikut:
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang” (Qs. Al-Anfal:60).
2.
Akal
Akal berasal
dari bahasa Arab ‘aqala’ yaitu
mengikat atau menahan. Secara umum akal yaitu sebagai potensi yang disiapkan
untuk menerima ilmu pengetahuan.[9]
Didalam Al-Qur’an kata aqala mengandung
pengertian yaitu:
a. Nazara;
nalar atau melihat secara abstrak
b. Tadabbara;
merenung
c. Tafakkara;
tafakur atau berpikir
d. Faqiha-tafaqquh;
mengerti
e. Tazakkara
; mengingat, memperoleh pengertian, mendapatkan pelajaran, memperhatikan dan
mempelajari.
f. Fahima;
memahami[10].
Menurut
Al-ghazali yang dikutif oleh Zainuddin dalam bukunya seluk beluk pendidikan
dari Al-Ghazali pengertian akal ada empat tahapan sesuai dengan tahap
perkembangan akal pikiran manusia yaitu:
a. Akal yaitu suatu sifat yang membedakan manusia dari segala binatang.
b. Hakikat akal adalah ilmu pengetahuan yang tumbuh pada anak usia tamyiz.
c. Hakikat akal adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dengan
berlangsung berbagai keadaan.
d. Hakikat akal adalah puncak kekuatan ghaizah (semangat) untuk mengetahui
akibat dari segala persoalan dan mencegah hawa nafsu, yang mengajak pada
kesenangan seketika dan mengendalikan syahwat tersebut.
Pendidikan
akal merupakan cakupan pencapaian kebenaran ilmiah yaitu kebenaran diperoleh
melalui penelaahan terhadap sumber-sumber yang valid. Dalam ayat berikut ini
bahwa manusia agar memperhatikan apa yang sebenarnya terjadi dalam realitas
kehidupan ini merupakan kegiatan pendidikan dari akal.
Maka apakah mereka
tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung
bagaimana ia ditegakkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
3.
Rohani
(Qalb)
Secara bahasa qalb
yaitu bolak-balik, merujuk kepada sifat
hati manusia yang tidak konsisten atau bolak-balik. Didalam al-Qur’an al-qalb-qulub untuk menyebut
ruh, alat untuk memahami, keberanian dan ketakutan. Jadi dalam pespektif ini
berarti qalb berhubungan dengan kegiatan berfikir ketika harus memahami
sesuatu, dan berhubungan dengan perasaan, ketika menghadapi sesuatu.[11]
Terjemahan:
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar
Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (QS. Al-Hajj:32).[12]
Di dalam
ayat tersebut taqwa merupakan sifat qalb dan jelaslah bahwa iman dan taqwa
terletak diqalb atau dihati, namun iman dan taqwa perlu adanya dukungan dari 2
aspek lainnya yaitu akal dan jasmaniah sehingga tiga aspek ini saling
keterkaitan dan berhubungan satu sama lainnya berikut ini penulis gambarkan
keterkaitan antara ketiganya:
Penulis
gambarkan terkaitan dan hubungan tiga aspek tersebut yang tak bisa dipisahkan
sehingga tahu bagaimana untuk menanamkan iman dan taqwa di dalam pengajaran.
Jika demikian
bagaimana menjadikan seseorang beriman dan taqwa? Yaitu bagaimana menanamkan
iman didalam hatinya qalb (hati),memberi pengetahuan tentang iman sehingga
seseorang bisa berpikir dengan akalnya, aspek ketiga yaitu jasmaniah aspek ini
proses pengaplikasian keimanan dan ketaqwaan di dalam kehidupannya sehingga
terbentuklah ketaqwaan karena ketaqwaan dan keimanan dua hal yang saling
mengisi, apabila keimanan tidak ada ketaqwaan maka tidak bisa dikatakan iman
dan apabila ketaqwaan tidak ada keimanan maka tidak bisa dikatakan taqwa dan
begitu sebaliknya.
C.
USAHA-USAHA
MENANAMKAN IMAN
Pendidikan keimanan perlu ditanamkan sejak dini sebagaimana menurut
pendapat Al-Ghazali yang dikutif oleh Zainuddin yakni:
“Ketahuilah, bahwa apa yang telah kami sebutkan itu mengenai penjelasan
akidah (keyakinan) maka sebaiknya di dahulukan kepada anak-anak pada awal
pertumbuhannya. Supaya dihafalkan dengan baik, kemudian senantiasalah terbuka
pengertiannya nanti sedikit demi sedikit sewaktu dia telah besar. Jadi
permulaanna dengan menghafal, lalu memahami, kemudian beritika, mempercayai dan
membenarkan dan yang berhasil pada
anak-anak tanpa memerluka bukti.”[13]
Penanaman keimanan merupakan aspek yang sangat pundamental di dalam
berbagai segi kehidupan. Al-Ghazali mengatur cara berangsur-angsur mulai
membaca, menghafal, memahami, mempercayai dan membenarkan kemudian tertanam
sangat kuat pada jiwa anak yang akan mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan
pola tindak lahir dan pandangan hidup.
Jadi cara memperteguh iman adalah melalui tiga unsur dari pengertian iman
itu sendiri yaitu:
1.
Dibaca dan diucapkan dengan lisan atau
bahkan dihafalkan ayat-ayat maupun hadis yang berhubungan erat dengan keimanan.
2.
Memahami pengertiannya dan mencamkan
dalam pikirannya kemudian diakui kebenarannya dalam hati, agar dapat meresap
sedalam-dalamnya.
3.
Mengamalkan ajaran-ajarannya yang
terkandung di dalamnya.[14]
Ilmu pengetahuan
keagamaan memang bisa dipelajari, namun keyakinan tidak bisa dipelajari tapi
harus ditumbuhkan atau ditanamkan, oleh karena itu perlu upaya- upaya kerjasama
dengan pihak-pihak yang terkait diantaranya yaitu sebagai berikut:
1.
Kerja Sama Guru Agama (Sekolah) dengan
orang tua peserta didik
Penanaman
keimanan merupakan inti dari pendidikan dan agama ini memerlukan kerjasama antara
orang tua dan guru. Kadang-kadang orang tua terlambat menyadari perlunya
kerjasama dengan guru, maka diharapakan pihak sekolah mengambil inisiatif untuk
menjalin kerjasama, setelah terjalin kemudian rancang bersama-sama
program-program yang dapat mengembangkan religionalitas peserta didik.
Keberagamaan merupakan proses penghayatan atau menanaman keimanan yang
memungkinkan tumbuh kesadaran dan tanggung jawab moral peserta didik. Karena
itu perlu adanya kerjasama antara guru atau pihak sekolah dengan orang tua
sehingga terjalinnya proses interaksi (hubungan timbal balik) dan komunikasi
antara keduanya.
2.
Kerjasama Guru Agama dengan Aparat
Sekolah (Kesatuan Wawasan)
Sekolah adalah
suatu lembaga pendidikan yang mempunyai tujuan. Tujuan tersebut yaitu:
a.
Pembinaan/pembentukan jasmani agar sehat
dan kuat merupakan tanggungjawab guru olahraga dan kesehatan, dan sebagian lagi
tanggung jawab kepala sekolah dan guru-guru aparat sekolah lain.
b.
Pembinaan akal agar cerdas; pembinaan
pengetahuan dan keterampilan merupakan tugas guru sains dan keterampilan, dan
sebagian lagi tugas kepala sekolah dengan guru-guru dan aparat sekolah.
c.
Pembentukan sikap keagamaan dengan inti
penanaman iman dihati adalah tugas guru agama dan sebagian lagi merupakan tugas
kepala sekolah, guru-guru lain dan aparat sekolah.[15]
Kepala sekolah, guru-guru dan aparat
lainnya berkewajiban mencapai tujuan pendidikan yaitu pembentukan peserta didik
yang merupakan suatu kepribadian. Pencapaian harus dilakukan dalam suatu kerja
sama. Kesatuan wawasan keilmuan itu akan menghasilkan kesatuan kebijakan dan
kebijaksanaan dalam menjalankan roda sekolah.
3.
Pendidikan Agama dalam Keluarga
Pendidikan agama
di dalam keluarga paling penting karena frekuensi di dalam keluarga lebih
banyak dibandingkan dengan penyelenggara pendidikan keagamaan yang lain.
Pendidikan agama islam yaitu penanaman iman hanya mungkin dilaksanakan secara
maksimal dalam kehidupan sehari-hari itu hanya mungkin dilakukan di rumah.
Ada beberapa
prinsip yang sebaiknya diperhatikan oleh orang tua dalam penanaman keimanan di
hati anak-anak; 1. Membina hubungan harmonis dan akrab antara suami dan istri.
2. Membina hubungan harmonis dan karab anatara orang tua dengan anak. 3.
Mendidik (membiasakan memberi contoh sesuai dengan tuntutan Islam)[16]
D.
TUJUAN
PENDIDIKAN KEIMANAN
Menurut
Al-Ghazali yang dikutif oleh Zainuddin tujuan pendidikan keimanan sebagai
berikut:
Jika ia bermaksud menjadi orang
menuju kejalan akhirat dan mendapatkan taufik (pertolongan) sehingga ia
memperbanyak amal, selalu betaqwa, mencegah diri dari hawa nafsu, selalu
melatih diri dan bermujahadah (berjihad untuk memperbaiki kehidupan dan
kesempurnaan kepribadian) niscaya terbukalah baginya pintu hidayah (petunjuk),
tersingkaplah segala hakikat dari akidah (apa yang diyakini) ini dengan “nur
Illahi”. [17]
Tujuan keimanan dengan manisfestasi
amal perbuatan yang nyata, dengan menjadikan hidup dan kehidupan di dunia ini
sebagai bernilai ibadah, bertaqwa yang sebenarnya dan berakhlak yang mulia
dalam rangka mendapatkan hidayah dan ridho dari Allah SWT.
III. PENUTUP
Iman dan taqwa
merupakan hal yang pertama dan paling utama dalam ajaran islam yang mesti
tetanam dalam setiap individu, sehingga pendidikan keimanan merupakan fondasi
dari ilmu pengetahuan dan aspek pendidikan lainnya serta merupakan pedoman dan
pandangan hidup seorang muslim. Sehingga dalam memahami dan mendalami serta
meyelidiki ajaran Islam, menghayati dan mengamalkannya harus berlandaskan
keimanan yang kuat bahkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan keulatan
iman manusia akan dapat mengokohkan kehidupan batin, dapat mengembangkan
perasaan moral, susila, dan akhlak dapat membangun spritual yang stabil. Maka dapat
dikatakan bahwa pendidikan keimanan merupakan asa dari segala upaya pendidikan
dan dasar penompang bagi kehidupan manusia baik sebagai individu maupun
masyarakat.
Daftar Pustaka
Aceng Zakaria. Pokok-Pokok
Ilmu Tauhid. (2005. Ibn Azka Press.Garut).
Achmad Mubarok. Al-Irsyad
an Nafiy Konseling Agama Teori dan Kasus. (2000. Bina Rena
Pariwara:jakarta).
Zainuddin. Seluk
Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali. (1991. Bumi Aksara. Jakarta)
Ahmad Tafsir. Metodologi
PAI. (1996. PT. Rosdakarya: Bandung).
[1]
Muaimin. Paradigma Pendidikan Islam.
(2004. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung) hlm75.
[2] Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[3]
Ibid,.
[4]
Muhaimin. Op,.cit. hal 78.
[6]
Aceng Zakaria. Pokok-Pokok Ilmu Tauhid.
(2005. Ibn Azka Press.Garut). hal 1
[7]
Ibid.
[8]
Ahmad Tafsir. Metodologi PAI. (1996.
PT. Rosdakarya: Bandung). Hal 125.
[9] Achmad Mubarok. Al-Irsyad an Nafiy
Konseling Agama Teori dan Kasus. (2000. Bina Rena Pariwara:jakarta) hal 32.
[10]
Ibid,.hal 32-33.
[11]
Ibid,.hal 29
[12]
Qs. Al-Hajj: ayat 32. Al-Qur’an dan
Terjemahan.
[13]
Zainuddin. Seluk Beluk Pendidikan
Dari Al-Ghazali. (1991. Bumi Aksara. Jakarta) hal 98.
[14]
Ibid,. Hal 100.
[15]
Ahmad Tafsir. Metodologi PAI. (1996.
PT. Rosdakarya: Bandung). Hal 132.
[16]
Ahmad Tafsir, op cit, hal 129.
[17]
Zainuddin, op cit. Hal 101.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar