Selasa, 23 Oktober 2012

PENTINGNYA PENDIDIKAN KEIMANAN DAN KETAQWAAN

I.      PENDAHULUAN
 Pendidikan Agama Islam, walaupun mencapai kemajuan dalam bidang sarana, namum kwalitasnya dirasakan belum memenuhi keinginan ummat. Kemerosotan moral yang terjadi dikalangan umat Islam terutama peserta didik itu disebabkan oleh berbagai faktor, satu diantaranya adalah ketidak fahaman terhadap tujuan Pendidikan Islam. Sebagian pendidik dan lembaga pendidikan berpandangan bahwa tujuan pendidikan adalah menyampaikan ilmu pengetahuan saja. Akibatnya...
semua usaha pendidikan hanya ditujuan untuk mentransmisikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik.
Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan taqwa, Dalam konsep Islam, iman merupakan potensi rohani yang harus diaktualisasikan dalam bentuk amal saleh sehingga menghasilkan prestasi rohani (iman) yang disebut Taqwa, usaha pembelajaran pendidikan agama Islam disekolah diharapkan agar mampu membentuk kesalehan pribadi dan sosial.
II.    PENTINGNYA PENDIDIKAN KEIMANAN DAN KETAQWAAN DALAM PENDIDIKAN NASIONAL
Didalam UUSPN No. 2/1989 pasal ayat (2) ditegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat, antara lain Pendidikan agama. Dan dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antara umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.[1] Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Di dalam Undang-Undang sistem pendidikan nasional Bab I Pasal 1 mendefinisikan Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.[2]
Bab I Pasal 3 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[3].
Secara umum, pendidikan agama islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (GBPAI PAI 1994)[4]
Proses Pendidikan Agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah di mulai dari tahapan yaitu: kognisi yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, Afeksi yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa dalam arti menghayati dan menyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi dalam artian penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai aga Islam. Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam (tahapan Psikomotor) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia.[5]

A.     PENGERTIAN IMAN DAN TAQWA
1.      MENURUT BAHASA
Iman menurut bahasa ialah percaya, membenarkan atau meyakini sesuatu dengan hati.[6]
2.      MENURUT ISTILAH
Iman ialah mengikrarkan dengan lisan, meyakini dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan.[7]
Pengertian iman dapat disimpulkan mempercayai semua ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, yang bersumber dari Allah SWT, yang tidak cukup dengan pengakuan saja tetapi mesti direalisasikan dalam bentuk pengamalan terhadap ajaran yang dibawakan oleh Nabi kemudian  akan timbullah ketaqwaan di dalam diri manusia setelah proses keimanan tersebut.

B.      TEMPAT IMAN
Didalam pengertian diatas sudah jelas iman mencakup tiga aspek yang harus dilakukan oleh seorang muslim dan tiga aspek tersebut perlu pembinaan pendidikan yang harus dilakukan. Tiga aspek yang disebut yaitu mengikrarkan dengan lisan, meyakini dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan.
Didalam pembinaan pendidikan keimanan lebih dahulu harus mengetahui letak iman itu, penulis coba menguraikan sebagaimana yang ditulis oleh Ahmad Tafsir yaitu Aspek Jasmani,[8] Akal dan Aspek Rohani. Berikut ini penulis uraikan yaitu:
1.      Aspek Jasmaniah
Manusia dalam pandangan Islam mempunyai aspek jasmani untuk digunakan melakukan kerja fisik, makan dan minum merupakan suatu keharusan dalam memelihara jasmaniah.
Aspek  jasmaniah merupakan salah satu pokok untuk mendapatkan kemajuan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia, Kebutuhan jasmani berfungsi sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan manusia terutama sebagai sarana untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Dalam sebuah Hadits Nabi sebagai berikut:
“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih baik dicintai Allah SWT ketimbang orang mukmin yang lemah”.
Allah SWT juga menegaskan dalam QS. Al_baqarah:247 yaitu sebagai berikut:


Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.(Qs. Al-Baqarah:247)
Berdasarkan ayat diatas bahwa Allah SWT dengan memelihara Fisik untuk pendidikan keimanan dianggap perlu. Untuk merealisasikan pendidikan keimanan dan ketaqwaan yang harus dilakukan oleh seorang pendidik dalam memelihara jasmaniahnya yaitu para orang tua harus memberi nafkah bagi anak-anaknya yang cukup halal baik cara mendapatkannya maupun aspek bendanya makanan dan minuman yang negatif akan memberikankan dampak negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan fisiknya.
Dalam masalah Kesehatan dan kebersihan juga perlu diperhatikan untuk memelihara dan untuk pendidikan keimanan. Para pendidik harus memperhatikan aturan-aturan kesehatan para anak didik, seperti memeriksa kesehatan tubuh, berpakaian yang bersh, memelihara badan, memperhatikan waktu dan volume tidur berolahraga berikut ini Allah SWT menganjurkan untuk berolahraga berkuda, berenang, dan berolah raga memanah seperti firman Allah SWT dalam QS. Al-Anfal ayat 60 yaitu sebagai berikut:

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang” (Qs. Al-Anfal:60).
2.      Akal
Akal berasal dari bahasa Arab ‘aqala’ yaitu mengikat atau menahan. Secara umum akal yaitu sebagai potensi yang disiapkan untuk menerima ilmu pengetahuan.[9]
Didalam Al-Qur’an kata aqala mengandung pengertian yaitu:
a.  Nazara; nalar atau melihat secara abstrak
b.  Tadabbara; merenung
c.  Tafakkara; tafakur atau berpikir
d.  Faqiha-tafaqquh; mengerti
e.  Tazakkara ; mengingat, memperoleh pengertian, mendapatkan pelajaran, memperhatikan dan mempelajari.
f. Fahima; memahami[10].
Menurut Al-ghazali yang dikutif oleh Zainuddin dalam bukunya seluk beluk pendidikan dari Al-Ghazali pengertian akal ada empat tahapan sesuai dengan tahap perkembangan akal pikiran manusia yaitu:
a.  Akal yaitu suatu sifat yang membedakan manusia dari segala binatang.
b.  Hakikat akal adalah ilmu pengetahuan yang tumbuh pada anak usia tamyiz.
c.  Hakikat akal adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dengan berlangsung berbagai keadaan.
d.  Hakikat akal adalah puncak kekuatan ghaizah (semangat) untuk mengetahui akibat dari segala persoalan dan mencegah hawa nafsu, yang mengajak pada kesenangan seketika dan mengendalikan syahwat tersebut.
Pendidikan akal merupakan cakupan pencapaian kebenaran ilmiah yaitu kebenaran diperoleh melalui penelaahan terhadap sumber-sumber yang valid. Dalam ayat berikut ini bahwa manusia agar memperhatikan apa yang sebenarnya terjadi dalam realitas kehidupan ini merupakan kegiatan pendidikan dari akal.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?

3.      Rohani (Qalb)
Secara bahasa qalb  yaitu bolak-balik, merujuk kepada sifat hati manusia yang tidak konsisten atau bolak-balik.  Didalam al-Qur’an al-qalb-qulub untuk menyebut ruh, alat untuk memahami, keberanian dan ketakutan. Jadi dalam pespektif ini berarti qalb berhubungan dengan kegiatan berfikir ketika harus memahami sesuatu, dan berhubungan dengan perasaan, ketika menghadapi sesuatu.[11]
Terjemahan:
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (QS. Al-Hajj:32).[12]
Di dalam ayat tersebut taqwa merupakan sifat qalb dan jelaslah bahwa iman dan taqwa terletak diqalb atau dihati, namun iman dan taqwa perlu adanya dukungan dari 2 aspek lainnya yaitu akal dan jasmaniah sehingga tiga aspek ini saling keterkaitan dan berhubungan satu sama lainnya berikut ini penulis gambarkan keterkaitan antara ketiganya:

         Penulis gambarkan terkaitan dan hubungan tiga aspek tersebut yang tak bisa dipisahkan sehingga tahu bagaimana untuk menanamkan iman dan taqwa di dalam pengajaran.
Jika demikian bagaimana menjadikan seseorang beriman dan taqwa? Yaitu bagaimana menanamkan iman didalam hatinya qalb (hati),memberi pengetahuan tentang iman sehingga seseorang bisa berpikir dengan akalnya, aspek ketiga yaitu jasmaniah aspek ini proses pengaplikasian keimanan dan ketaqwaan di dalam kehidupannya sehingga terbentuklah ketaqwaan karena ketaqwaan dan keimanan dua hal yang saling mengisi, apabila keimanan tidak ada ketaqwaan maka tidak bisa dikatakan iman dan apabila ketaqwaan tidak ada keimanan maka tidak bisa dikatakan taqwa dan begitu sebaliknya.

C.      USAHA-USAHA MENANAMKAN IMAN
Pendidikan keimanan perlu ditanamkan sejak dini sebagaimana menurut pendapat Al-Ghazali yang dikutif oleh Zainuddin yakni:
“Ketahuilah, bahwa apa yang telah kami sebutkan itu mengenai penjelasan akidah (keyakinan) maka sebaiknya di dahulukan kepada anak-anak pada awal pertumbuhannya. Supaya dihafalkan dengan baik, kemudian senantiasalah terbuka pengertiannya nanti sedikit demi sedikit sewaktu dia telah besar. Jadi permulaanna dengan menghafal, lalu memahami, kemudian beritika, mempercayai dan membenarkan  dan yang berhasil pada anak-anak tanpa memerluka bukti.”[13]
Penanaman keimanan merupakan aspek yang sangat pundamental di dalam berbagai segi kehidupan. Al-Ghazali mengatur cara berangsur-angsur mulai membaca, menghafal, memahami, mempercayai dan membenarkan kemudian tertanam sangat kuat pada jiwa anak yang akan mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan pola tindak lahir dan pandangan hidup.
Jadi cara memperteguh iman adalah melalui tiga unsur dari pengertian iman itu sendiri yaitu:
1.      Dibaca dan diucapkan dengan lisan atau bahkan dihafalkan ayat-ayat maupun hadis yang berhubungan erat dengan keimanan.
2.      Memahami pengertiannya dan mencamkan dalam pikirannya kemudian diakui kebenarannya dalam hati, agar dapat meresap sedalam-dalamnya.
3.      Mengamalkan ajaran-ajarannya yang terkandung di dalamnya.[14]
Ilmu pengetahuan keagamaan memang bisa dipelajari, namun keyakinan tidak bisa dipelajari tapi harus ditumbuhkan atau ditanamkan, oleh karena itu perlu upaya- upaya kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait diantaranya yaitu sebagai berikut:
1.      Kerja Sama Guru Agama (Sekolah) dengan orang tua peserta didik
Penanaman keimanan merupakan inti dari pendidikan dan agama ini memerlukan kerjasama antara orang tua dan guru. Kadang-kadang orang tua terlambat menyadari perlunya kerjasama dengan guru, maka diharapakan pihak sekolah mengambil inisiatif untuk menjalin kerjasama, setelah terjalin kemudian rancang bersama-sama program-program yang dapat mengembangkan religionalitas peserta didik. Keberagamaan merupakan proses penghayatan atau menanaman keimanan yang memungkinkan tumbuh kesadaran dan tanggung jawab moral peserta didik. Karena itu perlu adanya kerjasama antara guru atau pihak sekolah dengan orang tua sehingga terjalinnya proses interaksi (hubungan timbal balik) dan komunikasi antara keduanya.
2.      Kerjasama Guru Agama dengan Aparat Sekolah (Kesatuan Wawasan)
Sekolah adalah suatu lembaga pendidikan yang mempunyai tujuan. Tujuan tersebut yaitu:
a.      Pembinaan/pembentukan jasmani agar sehat dan kuat merupakan tanggungjawab guru olahraga dan kesehatan, dan sebagian lagi tanggung jawab kepala sekolah dan guru-guru aparat sekolah lain.
b.      Pembinaan akal agar cerdas; pembinaan pengetahuan dan keterampilan merupakan tugas guru sains dan keterampilan, dan sebagian lagi tugas kepala sekolah dengan guru-guru dan aparat sekolah.
c.       Pembentukan sikap keagamaan dengan inti penanaman iman dihati adalah tugas guru agama dan sebagian lagi merupakan tugas kepala sekolah, guru-guru lain dan aparat sekolah.[15]
Kepala sekolah, guru-guru dan aparat lainnya berkewajiban mencapai tujuan pendidikan yaitu pembentukan peserta didik yang merupakan suatu kepribadian. Pencapaian harus dilakukan dalam suatu kerja sama. Kesatuan wawasan keilmuan itu akan menghasilkan kesatuan kebijakan dan kebijaksanaan dalam menjalankan roda sekolah.
3.      Pendidikan Agama dalam Keluarga
Pendidikan agama di dalam keluarga paling penting karena frekuensi di dalam keluarga lebih banyak dibandingkan dengan penyelenggara pendidikan keagamaan yang lain. Pendidikan agama islam yaitu penanaman iman hanya mungkin dilaksanakan secara maksimal dalam kehidupan sehari-hari itu hanya mungkin dilakukan di rumah.
Ada beberapa prinsip yang sebaiknya diperhatikan oleh orang tua dalam penanaman keimanan di hati anak-anak; 1. Membina hubungan harmonis dan akrab antara suami dan istri. 2. Membina hubungan harmonis dan karab anatara orang tua dengan anak. 3. Mendidik (membiasakan memberi contoh sesuai dengan tuntutan Islam)[16]

D.     TUJUAN PENDIDIKAN KEIMANAN
Menurut Al-Ghazali yang dikutif oleh Zainuddin tujuan pendidikan keimanan sebagai berikut:
            Jika ia bermaksud menjadi orang menuju kejalan akhirat dan mendapatkan taufik (pertolongan) sehingga ia memperbanyak amal, selalu betaqwa, mencegah diri dari hawa nafsu, selalu melatih diri dan bermujahadah (berjihad untuk memperbaiki kehidupan dan kesempurnaan kepribadian) niscaya terbukalah baginya pintu hidayah (petunjuk), tersingkaplah segala hakikat dari akidah (apa yang diyakini) ini dengan “nur Illahi”. [17]
            Tujuan keimanan dengan manisfestasi amal perbuatan yang nyata, dengan menjadikan hidup dan kehidupan di dunia ini sebagai bernilai ibadah, bertaqwa yang sebenarnya dan berakhlak yang mulia dalam rangka mendapatkan hidayah dan ridho dari Allah SWT.

III.  PENUTUP
Iman dan taqwa merupakan hal yang pertama dan paling utama dalam ajaran islam yang mesti tetanam dalam setiap individu, sehingga pendidikan keimanan merupakan fondasi dari ilmu pengetahuan dan aspek pendidikan lainnya serta merupakan pedoman dan pandangan hidup seorang muslim. Sehingga dalam memahami dan mendalami serta meyelidiki ajaran Islam, menghayati dan mengamalkannya harus berlandaskan keimanan yang kuat bahkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan keulatan iman manusia akan dapat mengokohkan kehidupan batin, dapat mengembangkan perasaan moral, susila, dan akhlak dapat membangun spritual yang stabil. Maka dapat dikatakan bahwa pendidikan keimanan merupakan asa dari segala upaya pendidikan dan dasar penompang bagi kehidupan manusia baik sebagai individu maupun masyarakat.

Daftar Pustaka

Aceng Zakaria. Pokok-Pokok Ilmu Tauhid. (2005. Ibn Azka Press.Garut).
Achmad Mubarok. Al-Irsyad an Nafiy Konseling Agama Teori dan Kasus. (2000. Bina Rena Pariwara:jakarta).
Zainuddin. Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali. (1991. Bumi Aksara. Jakarta)
Ahmad Tafsir. Metodologi PAI. (1996. PT. Rosdakarya: Bandung).



[1] Muaimin. Paradigma Pendidikan Islam. (2004. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung) hlm75.
[2] Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[3] Ibid,.
[4] Muhaimin. Op,.cit. hal 78.
[5][5] Ibid,.hlm78.
[6] Aceng Zakaria. Pokok-Pokok Ilmu Tauhid. (2005. Ibn Azka Press.Garut). hal 1
[7] Ibid.
[8] Ahmad Tafsir. Metodologi PAI. (1996. PT. Rosdakarya: Bandung). Hal 125.
[9] Achmad Mubarok. Al-Irsyad an Nafiy Konseling Agama Teori dan Kasus. (2000. Bina Rena Pariwara:jakarta) hal 32.
[10] Ibid,.hal 32-33.
[11] Ibid,.hal 29
[12] Qs. Al-Hajj: ayat 32. Al-Qur’an dan Terjemahan.
[13] Zainuddin. Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali. (1991. Bumi Aksara. Jakarta) hal 98.
[14] Ibid,. Hal 100.
[15] Ahmad Tafsir. Metodologi PAI. (1996. PT. Rosdakarya: Bandung). Hal 132.
[16] Ahmad Tafsir, op cit, hal 129.
[17] Zainuddin, op cit. Hal 101.

Tidak ada komentar: