Selasa, 30 Oktober 2012

OBJEK PENDIDIKAN PESERTA DIDIK, SIFAT PESERTA DIDIK DAN ETIKA PEMBELAJARAN




I.              PENDAHULUAN
Objek menurut bahasa yaitu orang yang menjadi pokok sasaran Pendidikan  adalah proses pencerdasan secara utuh dalam rangka mencapai kebahagian dunia dan akhirat atau keseimbangan materi dan religious spritual.[1] Jadi objek pendidikan adalah orang yang mendapat pencerdasan secara utuh dalam rangka mencapai kebahagian dunia dan akhirat atau keseimbangan materi dan religious spritual. Dapat disimpulkan bahwa  objek pendidikan adalah manusia dalam kaitannya dengan fenomena situasi pendidikan. Fenomena tersebut terdapat dimana-mana, didalam masyarakat, didalam keluarga dan disekolah. Berikut ini bahasan objek pendidikan berdasarkan Al-Qur’an yaitu sebagai berikut:
II.           BAHASAN TAFSIR TENTANG OBJEK PENDIDIKAN


A.    Qs. At-Tahriim ayat 6

Terjemahan: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. At-Tahriim:6).[2]
Tafsir:
Allah SWT berfirman, “ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka,” yaitu kamu perintahkan dirimu dan keluarganya yang terdiri dari istri, anak, saudara, kerabat, sahaya wanita dan sahaya laki-laki untuk  taat kepada Allah. Dan, kamu larang dirimu beserta semua orang yang berada dibawah tanggung jawabmu untuk tidak melakukan kemaksiatan kepada Allah.  Kamu ajari dan didik mereka serta pimpin mereka dengan perintah Allah. Kamu perintahkan mereka untuk melaksanakannya dan kamu bantu mereka dalam merealisasikannya. Bila kamu melihat ada yang berbuat maksiat kepada Allah maka cegah dan larang mereka. Ini merupakan kewajiban setiap muslim, yaitu mengajarkan kepada orang yang berada dibawah tanggung jawabnya segala yang telah diwajibkan dan dilarang oleh Allah SWT kepada mereka.[3]
              Analisa:
              Dalam ayat diatas yang merupakan objek pendidikan didalam keluarga yaitu:
 
 dirimu sendiri
 


 
keluargamu yaitu: istri, anak, saudara, kerabat, sahaya wanita dan sahaya laki-laki.
           

       Dalam ayat ini juga menyebutkan etika pembelajaran yaitu dalam usaha menyelamatkan keluarga dari api neraka hendaknya dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu. Artinya setiap orang tua dituntut untuk memberikan contoh dan teladan yang baik kepada anakya. Karena anak selalu dan akan meniru apa yang diperbuat oleh orang tuanya.
          Keluarga yaitu istri, anak, saudara, kerabat, sahaya wanita dan sahaya laki-laki merupakan tanggung jawab yang wajib memperoleh pendidikan yang membawa mereka kejalan yang diperintahkan oleh Allah SWT. Kemudian etika pendidikan tersebut adalah bahwa anggota keluarga harus taat apa yang diperintahkan pemimpin keluarga dalam mendidiknya.
B.     Qs. Asy-Syuara ayat 214


Terjemahan: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.(Qs. Asy-Syuara: 214).[4]

Tafsir
         Allah menyuruh Rasulullah SAW, agar memberi peringatan kepada kerabat-kerabatnya yang terdekat dan bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan para kerabat kecuali keimanannya.[5]

Analisa:
   
 kerabat-kerabatmu
 



yang terdekat

          




Yang dimaksud dengan kerabat terdekat dalam ayat tersebut yang merupakan objek pendidikan adalah ahli waris yaitu: paman, tante sepupu, uwa, kakak, ipar, keponakan dan sebagainya yang merupakan ahli waris yang berhak mendapatkan pendidikan.
C.     Qs. At-Taubah ayat 122

 Terjemahan: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(Qs. At-Taubah:122).[6]

Tafsir:
         Ayat ini merupakan penjelasan dari Allah SWT bagi berbagai golongan penduduk Arab yang hendak berangkat bersama Rasulullah SAW. Kemedan perang Tabuk. Sesungguhnya ada segolongan ulama salaf yang berpendapat bahwa setiap muslim wajib berangkat untuk berperang, apabila Rasulullah pun berangkat . oleh karena itu, Allah SWT berfirman: “maka pergilah kamu semua dengan ringan maupun berat” (Qs. AT- Taubah:41).
Surat AT-Taubah telah dinaskh oleh firman Allah,” tidak sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka tidak turut menyertai Rasulullah” (Qs. AT-Taubah:120). Pendapat lain mengatakan : semua golongan dari penduduk Arab yang muslim wajib berangkat perang. Kemudian dari sekian golongan itu harus ada orang-orang yang meyertai Rasulullah saw. Guna memahami agama lewat wahyu yang diturunkan kepadanya, kemudian mereka mendapat memperingatkan kaumnya apabila mereka telah kembali, yaitu ihwal peroalan musuh. Jadi, dalam pasukan itu ada dua kelompok: kelompok yang berjihad dan kelompok yang memperdalam agama melalui Rasulullah.
Sehubungan dengan ayat ini, al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abba, dia berkata: dari setiap penduduk Arab ada sekelompok orang yang menemui Nabi SAW. Mereka menanyakan kepada beliau berbagai persoalan agama yang mereka kehendaki dan mendalaminya. Mereka berkata:, “ wahai Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami yang harus kami lakukan dan beritahukan kepada keluarga kami bila kami kembali yang harus kami lakukan  dan beritahukan kepada keluarga kami bila kami kembali?” Ibnu Abbas berkata: maka Nabi menyuruh mereka menaati Allah, menaati Rasulullah, menyampaikan berita kepada kaumnya ihwal kewajiban mendirikan  shalat, dan Zakat. Jika golongan ini telah sampai kepada kaumnya, mereka berkata:” barang siapa yang masuk Islam , maka dia termasuk kelompok kami.” Mereka member peringatan sehingga ada seseorang yang berpisah dengan ayah dan ibunya. Nabi saw memberitahukan kepada setiap delegasi agar memperingatkan kaumnya jika mereka telah kembali ke kampung halamannya: memperingatkan dengan neraka dan menggembirakan dengan sirga.[7]
Analisa :
  Orang-orang mukmin yang pergi kemedan perang.
 

 
  Memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
        

Yang merupakan objek pendidikan dalam ayat tersebut yaitu  ada dua golongan yang pertama adalah kaum muslimin yang beriman  yang pergi kemedan perang dan yang kedua adalah golongan kaum muslimin yang beriman yang memperdalam pengetahuan tentang agama. Etika pembelajaran yaitu Yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.
Upaya mencari ilmu pengetahuan merupakan tugas atau kewajiban bagi setiap muslim, laki – laki maupun perempuan. Menurut Nabi tinta para pelajar setara dengan darah para syuhada di hari pembalasan nanti. Dengan demikian, para actor dalam proses belajar mengajar, yaitu guru dan murid, di pandang sebagai.”orang-orang yang terpilih “ dalam masyarakat dan telah termotivasi secara kuat oleh agama untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan mereka.[8]
D.    Qs. An-Nisa ayat 170


 Terjemahan: Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(Qs. AN-Nisaa: 170).[9]

Tafsir:
      Allah SWT berfirman: “ hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dengan membawa kebenaran dari Tuhanmu. Berimanlah, maka hal itu lebih baik bagimu. “ yakni. Sesungguhnya telah datang kepadamu Muhammad SAW. Membawa petunjuk dan agama yang hak dari Allah SWT. Maka berimanlah kamu kepada apa yang dibawanya kepadamu dan ikutilah dia, maka hal itu lebih baik bagimu. Kemudian Allah Ta’ala berfirman, “ dan jika kamu kafir, maka sesungguhya kepunyaan Allahlah apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi.” Maksudnya, dia tidak membutuhkan dan keimanannya serta dia pun tidak menjadi mudarat karena kekafiranmu. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, “dan Musa berkata”, “jika kamu dan orang-orang yang ada dimuka bumi semuanya kafir, maka sesungguhnya Allah Maha kaya lagi Maha Terpuji.” Dari sana, Allah berfirman:”adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” siapa diantara kamu yang berhak mendapat hidayah lalu ditunjukan-Nya dan siapa diantara kamu  yang berhak mendapat hidayah lalu ditunjukkan-Nya dan siapa yang berhak mendapat kesesatan lalu disesatkan-Nya. “ lagi mahabijaksana” dalam perbuatan, perkataan, syariat, dan ketetapan-Nya.[10]
 Analisa:
wahai manusia
         



Dalam ayat tersebut bahwa yang merupakan objek pendidikan adalah seluruh manusia yang di beri peringatan oleh Rasulullah SAW.
III.          III. PANDANGAN TEORI LAIN TENTANG OBJEK PENDIDIKAN, PESERTA DIDIK, SIFAT    PESERTA DIDIK, ETIKA PESERTA DIDIK.
A.    Etika Peserta Didik

Terjemahan: Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun."(Qs. Al-Khafi:69).
 Dalam ayat diatas bahwa seorang murid harus sabar dalam mendapatkan ilmu.

Terjemahan: Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu (QS. Al-Kahfi:70).
 Dalam ayat diatas etika peserta didik dalam kegiatan pembelajaran yaitu menghormati guru, memperhatikan keterangan guru, jangan memutuskan pembicaraan guru.

Terjemahan: Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.(Qs. Al-Kahfi:71).

Kandungan tarbawi dalam ayat diatas yaitu seorang murid harus menegur gurunya apabila terbukti salah.


B . Etika Seorang Guru

Terjemahan: Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.(Qs. Al-Baqarah:215).
          Dalam ayat diatas menjelaskan bahwa seorang guru harus mengajar dengan cara bertanya.

Terjemahan: Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku." (Qs. Al-Kahfi:73).

Seorang guru harus memperhatikan kondisi peserta didik karena kurang pendengaran atau daya ingat yang dimiliki oleh seorang peserta didik.
 Terjemahan: jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh (Qs. Al-Araf:199).
 Seorang guru harus memiliki kelapang dadaan dalam menghadapi peserta didiknya.
IV.             IV.PENUTUP
Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk dan pedoman bagi seluruh umat manusia. Sebagai pedoman, maka manusia harus selalu mempelajari, meneliti, memperinci sehingga dapat dijadikan norma-norma konkrit dalam mengarahkan prilaku manusia. Agar ajaran Al-Qur’an dapat diserap dan diinternalisasi manusia, maka Tuhan memberi macam cara edukatif yang sesuai dengan fitrah manusia.

DAFTAR PUSTAKA
1.    Abdurrahman Mas’ud dkk. Paradigma Pendidikan Islam. (Pustaka Pelajar: Semarang.2001).
2.    Abdurrahman Mas’ud. Dari Harmain Ke Nusantara. (Kencana :Jakarta. 2006).
3.    Departemen Agama RI. AL-Qur’an dan Terjemahan. ( PT. Karya Toha: Semarang. __).
4.    Muhammad Nasib Ar-Rifa’i. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. (Gema Insani: Jakarta. 1999).


[1] Abdurrahman Mas’ud dkk. Paradigma Pendidikan Islam. (Pustaka Pelajar: Semarang.2001). hal 7.
[2] Departemen Agama RI. AL-Qur’an dan Terjemahan. ( PT. Karya Toha: Semarang. __). juz 28. Hal 951.
[3] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. (Gema Insani: Jakarta. 1999). Jilid 4. Hal 751.
[4] Departemen Agama RI. Juz 19. Hal 589.
[5] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 3 hal 610.
[6] Departemen Agama RI. Juz 11. Hal 302.
[7] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. (Gema Insani: Jakarta. 1999).Jilid 2. Hal 684-685.
[8] Abdurrahman Mas’ud. Dari Harmain Ke Nusantara. (Kencana :Jakarta. 2006). Hal 37.
[9] Departemen Agama RI. Juz 6. hal 151.
[10] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir . Jilid I Hal. 856

Tidak ada komentar: